--> Skip to main content

Cultural Trip di Petilasan Ki Ageng Mangir

Jogjaaa, Jogjaaa, oh Jogjaaa....
Kota teristimewa dengan Malioboronya yang tak pernah dalam situasi hening ini memang mempunyai sejuta magnet untuk membuat orang dari luar Kota Jogja untuk kembali datang ke Jogja. Rasa kangen untuk kembali ini lah effectnya, penyebabnya? kehidupan sosialnya: hmm.. jangan tanya lagi, penduduk asli Jogja begitu ramah, begitu baik. Menjadikannya Kota yang enak untuk tempat tinggal dan yang paling enak untuk karir pendidikan, siapa yang tak kenal UGM, UNY, UTY, UAD, UIN, dan masih banyak Perguruan Tinggi lain yang  tak kalah mentereng, itulah kenapa Jogja juga dikatakan sebagai kota pendidikan. Selanjutnya adalah wisatanya yang aduhai. Jogja bisa dikatakan surganya tempat wisata, karena disini segala macam wisata ada. 
  • Wisata alam, jagonya wisata alam pastilah di Gunung Kidul
  • Wisata Gunung, jelas kalau yang ini, tuh si Eruptor alias Gunung Merapi
  • Wisata Museum, jumlah museum di Jogja sangat banyak (ada Museum Merapi, Museum Jogja Kembali, Dirgantara, dll)
  • Wisata Sejarah, Jogja salah satu tempat bersejarah dalam masa penjajahan. Terbukti adanya Benteng, Keraton, Taman Sari, Candi, dan lainnya.
  • Wisata Edukasi, Museum Pendidikan di UNY dan Taman Pintar merupakan wisata edukasi, disana pengunjung bisa refreshing sekaligus belajar
  • Wisata Pedesaan, Nah kalau yang ini sama saja, banyak juga. Karena Desa-Desa di Yogyakarta dihuni masyarakat yang kreatif serta mempunyai nilai budaya yang kental, sehingga banyak wilayah pedesaan yang di jadikan Desa Wisata. Adat istiadat tetap dijaga, karena warga Jogja sadar, itu menjadi nilai tambah.   
Ngomong-ngomong Desa Wisata, beberapa hari yang lalu saya mengikuti acara cultural trip di Desa Wisata Mangir. Desa wisata ini terletak di Sendangsari, Pajangan, Bantul, Yogyakarta. Apa saja yang bisa didapatkan di Desa ini? terus saja baca..  hehee..

Cultural Trip di Petilasan Ki Ageng Mangir
Ilustrasi Ki Ageng Mangir   oleh Yogi Permana
Ternyata Desa Wisata Mangir merupakan salah satu Desa Tertua di Yogyakarta, Desa ini sudah ada sebelum Kerajaan Mataram berdiri dan konon katanya Desa ini adalah pelabuhan karena selatan Desa ini berupa lautan, itu pada masa sekitar 400tahun SM lalu, cerita sejarah dan budayanya pun sangat kental disini.  Menurut sejarah, terbentuknya Desa ini tak lepas dari seorang tokoh, Ki Ageng Mangir. Ki Ageng Mangir merupakan keturunan Brawijaya V. 

Mungulik Sejarah Ki Ageng Mangir membuat hati terenyuh, kisahnya merupakan pertaruhan antara Cinta dan Kehormatan dari seorang Ksatria Sejati. Ki Ageng Mangir merupakan tokoh penting (selaku pimpinan) di desa Mangir, dan Desa ini masuk dalam kawasan Kerajaan Mataram. Akan tetapi, Desa ini tidak mau tunduk pada Kerajaan Mataram. Alasannya tidak mau tunduk pada Kerajaan Mataram sebagai berikut :

1.      Alasan keyakinan keagamaan yaitu ia tidak mau menyembah sesama manusia atau makhluk ciptaan Tuhan, seperti katanya dalam tembang sebagai berikut : Pan Allah kang andarbeni bumi, aku suwita ing Allahutangala, ora ngawula senopati, jer pada titahing Pangeran (Bukankan Allah yang memiliki bumi, aku menghamba kepada Allah ta’ala bukan kepada Senopati, sebab sama-sama makhluk Tuhan)

2.      Ki Ageng Mangir ingin mempertahankan tanah warisan nenek moyangnya karena nenek moyangnya telah membuka tanah dengan susah payah tanpa bantuan orang lain mengapa harus diserahkan kepada orang lain?

3.      Ki Ageng Mangir merasa lebih dahulu berkuasa di Mangir, merasa berada di pihak yang benar dan merasa kuat menghadapi Senopati.

Ketiga alasan tersebut menjadi dasar ketidaktundukan Ki Ageng Mangir bersama Desa Wisata Mangir. Untuk menundukkan Desa Wisata Mangir, Panembahan Senopati Mataram menggunakan anak gadisnya yang cantik jelita, yaitu Putri Pembayun.

Konon, Putri Pembayun ikut dalam rombongan kesenian menuju Desa Mangir, karena di Desa Mangir mengadakan acara untuk merayakan hasil panen raya.  Dikisahkan bahwa rombongan itu membawa peralatan gamelan, wayang dan para wiyaga (penabuh gamelan) yang cukup banyak yang nantinya menjadi cikal bakal salah satu kesenian di Desa Mangir ini dalam menyambut para pengunjung.

Sesampainya di Desa Mangir, rombongan pun segera mempersiapkan peralatannya. Acara pun begitu meriah, disini lah tumbuh benih cinta Ki Ageng Mangir pada Putri Pembayun, terpikat akan kecantikan Sang Putri Panembahan Senopati (saat itu Ki Ageng Mangir belum Mengetahui). Rombongan pun dijamu di kediaman Ki Ageng Mangir, semakin tumbuh beih cinta Ki Ageng Mangir. Bak gayung bersambut, ternyata Putri Pembayun pun menaruh cinta pada Ki Ageng Mangir. Keduanya pun memadu kasih asmara pada hari itu.

Sebelumnya belum ada gadis-gadis yang mampu menundukkan hati Sang Ksatria, tetapi dengan mudahnya Sang Ksatria jatuh hati pada Putri Pembayun. Hatinya seperti terkena panah asmara ( bukan Panah-Panah Cinta.. hehe) dan ingin melamar sang Raden Ayu. Konon keduanya direstui, dan kemudian Raden Ayu tinggal bersama Ki Ageng Mangir di Desa Mangir.

Singkat cerita, Putri Pembayun mengajak Ki Ageng Mangir untuk sungkem pada sang mertua. Keadaan ini menjadi sangat berat bagi Ki Ageng Mangir, karena tidak semudah itu menundukkan sebuah prinsip yang sudah bertahun-tahun dipegangnya. Mungkin dalam benaknya
"tidak habis pikir, Selama ini saya tidak pernah tunduk pada Panembahan Senopati Mataram, tetapi kenapa malah menjadi menantunya"
Bukanlah cinta namanya jika tak mampu menaklukan hati sang Ksatria, akhirnya Ki Ageng Mangir pun dengan berjiwa besar menuruti keinginan sang pujaan hati.

Selain dari kisah seperti diatas, ada juga kisah cerita rakyat dari Ki Ageng Mangir, yakni Legenda Baruklinting. Seekor Ular besar yang meminta pertanggung jawaban pada Ki Ageng Mangir untuk mengakuinya sebagai anaknya. Kemudian Ki Ageng Mangir memberikan syarat untuk mampu melilitkan tubuhnya ke Gunung Merapi, Sang Ular pun melilitkan tubuhnya, hanya kurang sejengkal saja, akhirnya si Ular berusaha menggunakan lidahnya dengan cara menjulurkan tetapi dipotong lidahnya oleh Ki Ageng Mangir. Kisah ini menjadi salah satu kisah yang cukup hangat semasa saya kecil.

AKSES MENUJU DESA WISATA MANGIR

Desa Wisata Mangir terletak di bagian selatan wilayah Provinsi D.I.Yogyakarta. Tepatnya di Dusun Mangir, Desa Sendangsari, Kecamatan Pajangan, Kota Bantul, Yogyakarta.  Sekitar 45 menit sampai 1 jam perjalanan untuk sampai Desa Wisata Mangir. Jika menggunakan GPS akan sangat mudah ditemukan, acuannya adalah Polsek Pajangan, Bantul. Pas sebelah Polsek ada gapura, masuk melalui gapura tersebut, lurus ikuti jalan sekitar 1 km, akan sampai di dusun Mangir.

Jalan menuju Desa ini sudah beraspal halus, dijamin akan merasakan nyaman. Penyebabnya, pemandangan dalam perjalanan adalah persawahan yang luas serta perbukitan, udaranya pun sejuk. Perjalanan Ke Desa Ini saya bersama teman saya menggunakan kendaraan bermotor. Kami sempat nyasar, padahal sudah memakai google map. Sungguh memalukan.. hehe. ^ ^

Mengapa bisa nyasar, di karenakan google map mendeteksi Desa Mangir di lokasi yang berbeda. Kami nyasar sejauh 2 km. Sampai naik ke daerah perbukitan, dan ke daerah yang lain. Itu lah kenapa sebagai acuan gunakan nama Polsek Pajangan. Takutnya kerabat atmo yang mau wisata di desa Mangir ikutan nyasar seperti kami. hehehe...

MENIKMATI DESA WISATA MANGIR

Sesampai di Desa Mangir, saya dan peserta Cultural Trip disambut di aula. Sedikit ada penjelasan tentang Desa Wisata Mangir, apa yang menarik dari Desa Wisata ini? ada beberapa spot tempat yang dapat dinikmati, selain itu juga sejarah dari Desa tersebut yang luar biasa sebagai Desa tertua dengan kisah tokoh utamanya Ki Ageng Mangir.

Selanjutnya saya berjalan menuju spot pertama yakni petilasan dari Ki Ageng Mangir, disini saya tidak terlalu banyak mengambil gambarnya. Tempat ini biasa sebagai tempat ziarah oleh masyarakat. Makam Ki Ageng Mangir berada di bawah pohon yang menjulang tinggi. Ada dua makam Ki Ageng Mangir, salah satunya berada di Kota Gede, Yogyakarta.
Cultural Trip di Petilasan Ki Ageng Mangir
Foto petilasan Ki Ageng Mangir oleh Yogi Permana
Disebelah petilasan Ki Ageng Mangir juga terdapat mushola (tempat sholat) yang masih menggunakan anyaman bambu, usia mushola tersebut sudah sangat lama sekitar 100 tahun lebih. Sampai kemaren kami berkunjung, mushola tersebut masih digunakan untuk beribadah oleh masyarakat sekitarnya.
Cultural Trip di Petilasan Ki Ageng Mangir
Mushola yang sudah sangat tua Usianya      foto oleh Yogi Permana
Mushola tersebut masih menggunakan 'gedeg' ( dalam bahasa jawa ) artinya temboknya masih menggunakan anyaman bambu. Model bangunannya pun masih rumah panggung, rumah-rumah jaman dahulu yang mendandakan ada air yang setiap waktu bisa menggenang. Mungkin bangunan panggung tersebut yang membuktikan dulunya wilayah Mangir merupakan kawasan tepi laut. Pantas jika ada yang mengatakan dulunya adalah pelabuhan.

Cultural Trip di Petilasan Ki Ageng Mangir
Bagian dalam Mushola                                  foto oleh Yogi Permana
Bagian dalam mushola ini pun terlihat sangat sederhana, tak banyak yang bisa masuk karena luasnya yang tidak terlalu luas. Sekitar 10-15 bisa lah masuk dan beribadah di mushola legendaris tersebut. Hawa sejuk berada di dalamnya, mungkin karena bahan pembuatannya semua dari bahan alami seperti bambu yang terkenal menyejukkan. Itulah kenapa daerah yang masih terdapat pohon bambu merupakan daerah yang sejuk.
Cultural Trip di Petilasan Ki Ageng Mangir
Kentongan           Foto oleh Yogi Permana
Masih ada Kentongan, perlu kerabat atmo ketahui bahwa kentongan merupakan alat tradisional yang terbuat dari bambu ataupun kayu yang dilubangi untuk mengumpulkan warga atau sebagai tanda ada bahaya maupun tanda waktu sholat. Cara menggunakan dengan cara memukul kentongan tersebut dengan kayu yang lain sebagai pemukul.

Kemudian kami melanjutkan ke spot ke dua yakni Candi / lingga Yoni. Di kawasan Lingga Yoni ini ada beberapa arca dan canti yang dibentuk dari tumpukan batu bata. Konon katanya Candi ini merupakan singgasana Ki Ageng Mangir.
Cultural Trip di Petilasan Ki Ageng Mangir
Candi dari samping                      Photo oleh Yogi Permana
Cultural Trip di Petilasan Ki Ageng Mangir
Candi dari posisi depan  (abaikan modelnya)                      oleh Yogi Permana
Cultural Trip di Petilasan Ki Ageng Mangir
Tangga menuju candi hanya dari arah depan       oleh Yogi Permana
Cultural Trip di Petilasan Ki Ageng Mangir
Kawasan candi cukup luas, bersih, dan sejuk                     oleh Yogi Permana 
Cultural Trip di Petilasan Ki Ageng Mangir
Situs Ki Ageng Mangir sebagai warisan budaya         oleh Yogi Permana

Kawasan Candi cukup luas dan udaranya sejuk, karena sekeliling candi terdapat banyak pohon rindang walaupun letaknya berada di tanah lapang. Situs Petilasan Ki Ageng Mangir menjadi salah satu warisan budaya leluhur yang dilindungi oleh pemerintah Yogyakarta.

Berjalan menuju spot ke tiga, kami menjumpai perilaku ramah masyarakat yang masih kental dengan masyarakat pedesaan. Tak jarang kami sangat gembira, melihat sambutan masyarakat yang sangat ramah. Senyum pun bertaburan disini, untung saja saya bawa stock senyuman manis yang cukup banyak, bisa deh untuk membalas senyuman manis masyarakat Desa Wisata Mangir. Sembari terus berjalan menuju spot selanjutnya, sesekali kami berkomunikasi dengan masyarakat, dan kemudian memotret perilaku mereka.
Cultural Trip di Petilasan Ki Ageng Mangir
Seorang nenek menyuapi cucu tersayangnya           oleh Yogi Permana
Perlu kerabat atmo ketahui, sebenarnya di depan rumah si embah ada sebuah kandang kambing. Dipastikan ada aroma-aroma mewangi gitu deh. Bisa bayangkan, makan disebelah kandang kambing? kerabat atmo akan nikmat kah? hehehe... pasti bisa mual jika tak terbiasa, apaagi buat mereka yang alay dan manja.  ^ ^

Cultural Trip di Petilasan Ki Ageng Mangir
Seorang Ibu menyuapi anaknya    oleh Yogi Permana
Bukan hanya si embah yang saya cotret, karena waktunya menjelang sore. Ada banyak ibu-ibu yang menyuapi anaknya makan jika dalam bahasa jawa itu "ndulangi anake". Gambar di atas saya ambil ketika seorang ibu melihat saya mau meomtret, ibu bilang, "akh mas, belum mandi dipoto". Saya pun menjawabnya," mboten nopo-nopo Bu, kajenge alami Bu (tidak apa-apa Bu, supaya alami Bu)".
Akhirnya saya dapatkan foto di atas, setelah mengambil gambar si ibu yang sedang nyuapin anaknya, saya pun mengucapkan terima kasih dan balasan senyuman manis dari ibu dan anak. Hehehhee
Baru dua spot, sudah banyak penjelasannya. Semoga kerabat atmo belum bosan membacanya, sebab masih ada banyak penjelasannya di spot selanjutnya. Mari kita lanjutkan.
Pada spot yang ketiga, kami diajak menikmati sungai Progo pada sore hari. Sebenarnya sih biasa saja, tetapi ada yang menarik tempat ini. Sangat enak untuk menikmati sore hari bersama keluarga, ada beberapa warung makan yang siap menemani masa santai. 
Cultural Trip di Petilasan Ki Ageng Mangir
Sungai Mbedog yang bermuara di Sungai Progo      oleh Yogi Permana
Cultural Trip di Petilasan Ki Ageng Mangir
Sungai Kecil pun ikut bermuara di sungai Progo. Oleh Yogi Permana

Cultural Trip di Petilasan Ki Ageng Mangir
Menikmati Sejuknya sore bersama sahabat         oleh Yogi Permana

Cultural Trip di Petilasan Ki Ageng Mangir
Menunggu mata pancing masuk ke mulut ikan      oleh Yogi Permana
Di tempat ini juga menjadi tempat para pemancing, sebab disana saya menjumpai beberapa pemancing. Ikan yang mereka dapat juga cukup besar-besar.

Cultural Trip di Petilasan Ki Ageng Mangir
Sesorang mnyebrang arus sungai      oleh Yogi Permana
Jika beruntung, kerabat atmo akan menjumpai beberapa orang yang berada diseberang sungai berjalan melawan arus sungai. Seberang merupakan tempat penambang pasir. Untuk mempersingkat waktu, para pekerja lebih memilih menyebrangi sungai Progo.
Cultural Trip di Petilasan Ki Ageng Mangir
Kilauan Air dan Cahaya saat bersentuhan      oleh Yogi Permana
Puas di spot ketiga dengan pemandangan wisata air yang memanjakan mata, kami berjalan kembali menuju spot yang terakhir yakni spot keempat. Pada spot keempat ini kami berupa kesenian tradisional. Saat kami sampai spot keempat, sudah terdengar musik dan nyanyian jawa yang dibawakan oleh ibu-ibu dan sebagian dari lansia. Musik tersebut  berasal dari Lesung dan Alu yang dimainka oleh Ibu-ibu dan sebagian lansia. Rasa lelah pun hilang seketika, melihat semangat mereka memainkan lesung dan alu.
Cultural Trip di Petilasan Ki Ageng Mangir
Permainan Musik dengan alat Lesung dan Alu    oleh Yogi Permana






Cultural Trip di Petilasan Ki Ageng Mangir
Yang muda pun takjub menyaksikannya     oleh Yogi Permana

Cultural Trip di Petilasan Ki Ageng Mangir
Peserta pun tak mau melewatkan momen unik   oleh Yogi Permana
 
Cultural Trip di Petilasan Ki Ageng Mangir
Salah satu peserta mencoba alat musik gamelan      oleh Yogi Permana

Pada spot terakhir ini saya mendapatkan petunjuk, ealah petunjuk kaya apa saja.. hehee
Maksudnya, saya mendapatkan informasi kenapa sejarah mengenai Ki Ageng Mangir berbeda-berbeda, dan hampir tidak ada kepastiannya. Begitu juga ketika saya bertanya pada salah satu tokoh masyarakatnya Pak Suryanto. Beliau mengatakan, "masyarakat takut kewalat jika mempelajari sejarah Ki Ageng Mangir terlalu mendalam. Sempat dibuat bukunya, tapi kemudian menghilang, entah kemana Mas. Jadi jika ada yag menanyakan tentang sejarahnya, saya hanya menjawab seperti itu, secara umumnya saja".

Kesimpulan dari perjalanan saya di Mangir, hmm ,....

Ada banyak misteri dari sejarah Sang Ksatria, Ki Ageng Mangir

 TATA TERTIB PENGUNJUNG

Desa Wisata Mangir merupakan tempat petilasan, otomatis ada adat sopan-santun disini seperti berikut
  • Jangan berkata yang tidak baik, atau membuat gaduh
  • Jangan merusak petilasan, demi terjaganya Warisan leluhur
  • Berpakain yang sopan,
  • Jangan membuang sampah sembarangan, meskipun hanya sepuntung rokok atau sebatang korek
  • Jangan melewati tempat-tempat yang tidak diijinkan
  • Jangan berbuat asusila
  • Dilarang keras galau. ^ ^
Demikian lah kisah perjalanan saya dan teman-teman dalam acara cultural trip di Desa Wisata Mangir, Sendangsari, Pajangan, Bantul, Yogyakarta. Semoga artikel dari atmosferku.blogspot.com mengenai Cultural Trip di Petilasan Ki Ageng Mangir. Semoga dapat menambah pengetahuan sejarah Indonesia. Jika Anda menyukai informasi ini, mohon share dengan memberikan like, twit atau bekomentar di bawah ini sehingga bisa menjadi referensi bagi teman jejaring sosial Anda. Terima kasih.
Comment Policy: Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.
Buka Komentar
Tutup Komentar