--> Skip to main content

Saat BERBAGI Sebenarnya bukan Mereka yang Menerima, Ternyata Kita-lah yang Merasa Senang

Saat BERBAGI Sebenarnya bukan Mereka yang Menerima, Ternyata Kita-lah yang Merasa Senang
                                               Keceriaan anak-anak yatim                                                                    (republika.co.id)
Atmosferku.com - Berbagi, kepada yang membutuhkan. Beberapa tahun ini sangat gencar dan tumbuh gerakan berbagi di Negeri ini. Entah itu dari LSM maupun hanya dari kelompok/ pelajar. Mereka menampung dan kemudian menyalurkan setiap donasi yang masuk melalui rekening mereka. Anjuran untuk sedekah pun terus digencarkan, terutama untuk mereka anak-anak Yatim Piatu, anak-anak yang istimewa. Cobalah bersedekah pada mereka, nah ketika kita membantu anak yatim, siapa yang lebih senang? Anak yatim itu atau kita?

Ketika kita membantu orang dhuafa, siapa yang lebih senang? Orang dhuafa itu atau kita?

Pikirkan dulu sebelum dijawab. Sudah?


Si anak yatim dan si orang dhuafa memang senang. Namun jangan salah, ternyata kita-lah yang lebih senang. Coba ingat-ingat kembali, pasti kita pernah mengalami perasaan senang ini. Betul apa betul? 


Lebih senang, kok bisa? Simak deh penjelasan berikut. Satu hal yang perlu ditegaskan, sebelum men-share tulisan ini, baiknya kita baca dulu sampai selesai. Boleh?

Begini. Telah ditemukan fenomena 'warm-glow-effect’ oleh James Andreoni pada tahun 1989, di mana orang-orang yang beramal atau berbagi, akan mengalami sensasi perasaan positif. Sekali lagi, perasaan positif ini diperoleh setelah tindakan mereka memberi atau membantu orang lain.

Studi tahun 2006 oleh Jorge Moll dari National Institutes of Health menemukan, sejumlah area di otak yang terkait dengan kenyamanan, koneksi sosial, dan rasa saling percaya teraktifkan ketika memberi. Otak pun dicurahi endorfin dan dopamin, sehingga menambah perasaan positif yang disebut 'helper’s high'. Semakin membaca tulisan ini, kita pun semakin tertarik untuk men-share-nya. Karena manfaatnya untuk temen-temen yang lain.

Tidak cukup sampai disitu, rupanya terdapat sederet penelitian menunjukkan korelasi antara sikap dermawan dan kesehatan. Di antaranya penelitian Stephanie Post, yang dimuat dalam buku Why Good Things Happen To Good People, yang menyimpulkan bahwa berbagi kepada sesama dapat meningkatkan kesehatan penderita penyakit kronis, seperti HIV.

Sebagian orang sudah yakin dengan dalil-dalil agama terkait berbagi. Itu bagus. Namun yang lain masih ragu-ragu. Jujur saja, mereka lebih menyukai data-data ilmiah. Nah, penjelasan singkat di atas membuktikan secara rasional bahwa berbagi itu menyehatkan. Benar-benar menyehatkan. Right?


Kita bisa berbagi dalam bentuk apa saja. Mungkin uang, tenaga, waktu, perhatian, doa, atau yang lainnya. Di hari yang sangat baik ini, hal sederhana yang bisa kita lakukan adalah men-share tulisan ini. Bayangkan, setiap kali si pembaca tergerak hatinya untuk berbagi, maka kita (saya dan Anda) akan turut keciprat pahala dan berkahnya.

Tertarik? karena berbagi itu dari niat dan action dari kita, tanpa mempunyai hati, niat pun nggak ada.

Yuk mari, kita banyak berbagi, jangan sungkan untuk berbagi lebih banyak pada orang. Nggak usah banyak mikir. Oke!! Laksanakan




 Pustaka : WA Ippho Santosa
Oleh Yogi Permana | IG: @permanaglobal  | Twitter: @permanaglobal

 
Terima kasih ya telah menyempatkan waktu untuk membaca artikel Saat BERBAGI Sebenarnya bukan Mereka yang Menerima, Ternyata Kita-lah yang Merasa Senang
Mari menjadi pahlawan penyebar kebaikan dengan men-SHARE artikel Ini. Semoga rezeki berlimpah untuk sahabat yang sudah menjadi pahlawan penyebar kebaikan. Aamiin
Comment Policy: Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.
Buka Komentar
Tutup Komentar