--> Skip to main content

Seminggu Terjebak dalam Kubangan Aliran Sesat

Seminggu Terjebak dalam Kubangan Aliran Sesat

Seminggu Terjebak dalam Kubangan Aliran Sesat - Sebenarnya cerita ini terjadi sudah lama, ini terjadi sekitar tahun 2007/ 2008 agak lupa. Pokoknya antara tahun itu, soalnya masih awal-awal kuliah. Jadi sangat paham kan, bagaimana empuknya mahasiwa baru jadi sasaran aliran-aliran yang sesat.

Dimana, pikiran mereka masih polos, apalagi tentang agama. Model-modelnya kaya saya lagi, yang waktu itu masih seneng pecicilan dan merasa bebas. Sholat ya sholat, puasa ya puasa, tapi ya itu, masih sekedar itu sebagai kewajiban, belum menjadi sebuah kebutuhan. Ibaratnya dulu tuh, kaya hape dan pulsa, kalau ada hp ya wajib isi pulsa, kalau udah waktunya isi. Gitu deh dulu... Miris yaa...

Tidak usah kebanyakan basa-basi yaa, saya langsung saja pada ceritanya.

Jadi, dulu saya masih begitu polosnya, apalagi saat itu saya merupakan pemuda yang mudah sekali percaya sama orang. Bahasa kasarnya mudah dimanfaatkan, dan saya sangat mempercayai yang namanya sahabat/ teman.

Semuanya berawal dari seorang teman, teman satu fakultas, satu prodi, dan satu kelas. Benar-benar tidak menyangka sih ketika semuanya sudah terjadi. Saat itu ya cuma oke, percaya saja. Sering main bareng, dia sering tidur dikost saya, ngajak main PS. Kaya soulmate deh. Sebut saja teman saya itu Gimin saja ya, kode etik jurnalistik, hehehe..

Dibalik itu yaa,,simak terus yaa...

Sampai suatu saat, Gimin meminta saya untuk menemaninya, ketemu sama temennya si Gimin, katanya sih dia ditawari kerjaan jaga warnet. Jadi temen si Gimin yang punya warnet ngajak ketemuan, gitu ceritanya.

Saya masih ingat saat itu lokasi warung tempat ketemuan ada di depan Mirota gejayan, ada gang masuk tuh depan mirota, paling 10 meter setelah masuk gang, sebelah kanan jalan. Tapi sekarang sudah tidak ada, tahun 2009 aja udah jadi tempat Futsal. Kalau sekarang, kurang paham sudah jadi apa lagi.

Pertemuannya dilakukan hari kamis, habis maghrib sekitar pukul 07.00 WIB, di warung makan tersebut sudah ada 2 orang wanita berhijab, cantik-cantik, hehehe..

Terus Gimin dan saya duduk saling berhadapan dengan posisi kedua wanita tersebut. Kita berempat ngobrol, awalnya saya cuma diem, karena sama sekali tidak mengenal mereka. Kemudian, Gimin mengenalkan. Wanita pertama yang ngakunya temennya Gimin namanya sebut saja Mila dan yang temennya Mila sebut saja Zakiya.

Silahkan Baca :  Malaikat itu sempat Saya kira Begal

Mila sempet mengenalkan sesosok Zakiya tersebut adalah lulusan dari Perguruan Tinggi di Bruneidarussalam.

Setelah Gimin mengenalkan, ekh Gimin minta pindah meja sebentar sama Mila, katanya mau bahas rencana kerja di Warnet Mila. Ukh, waktu itu rasanya nyebelin, tapi apa boleh buat, mesti ngeluarin jurus SKSD.

"Mbak, tadi katanya kan Kuliah di Brunei, ceritain donk gimana kondisi perkuliahan disana, dan bagaimana hidup disana?", tanya saya, sedikit tapi jawabannya panjang lebar, karena biar saya tak banyak omong. Tapi sebenarnya malah itu kesalahan saya.

Zakiya kemudian bercerita gimana perkuliahan di Brunei, dia cerita waktu kuliah mengambil jurusan agama islam. Dan dia nemuin fakta yang perlu kita pahami karena tidak semua orang tau dan mau menerima. Begitulah katanya, padahal itu adalah gerbang untuk menjerat saya.

Dengan bahasa yang demikian otomastis saya jadi penasaran, fakta apa itu? ko belum semua orang tau dan belum tentu orang mau menerima, dan itu berhubungan dengan agama islam. Jelas, sebuah kalimat provokasi, agar saya terus menyimak dengan seksama guna menciptakan rasa penasaran.

Pokok obrolan saya dan Zakiya berat, tentang Islam, katanya Abad ini islam akan sampai dipuncak kembali. Sambil mengatakan beberapa ayat-ayat Al Qur'an dan Hadits yang dia gunakan untuk meyakinkan saya, bahwa apa yang dia katakan benar.

Waktu itu saya hanya mengangguk-angguk, wong saya dulu tidak pandai dalam hal agama Islam. Sekarangpun masih belum pandai. Emang parah!!

Untuk ayat yang mereka gunakan, saya sudah lupa, yang pasti mereka mengutip dari beberapa  ayat yang kemudian menggunakan ilmu cocokologi. Sehingga terlihat ayat tersebut jadi satu kesatuan. Begitulah cara mereka untuk meyakinkan.

Obrolan begitu kental, sampai akhirnya waktu sudah menunjukkan pukul 10 malam, pengunjung di warung tersebut tinggal kita berempat saja, penjaga warungnya pun sudah memperhatikan kita dengan seksama.

Seminggu Terjebak dalam Kubangan Aliran Sesat

Sedangkan obrolan baru pada tahap Hijrah, dimana zaman Rasulullah SAW, hijrah dari Mekkah ke Madinah, oleh sebab itu kita juga harus hijrah dari NKRI menuju NKA (Negara Karunia Allah). Dimana lokasi untuk hijrah tersebut, lokasinya ada di Jakarta.

Baru sampai tahap itu, dan saya belum terlihat yakin. Akhirnya mereka menyudahi, dan mengajak saya dan kawan saya Gimin untuk ketemu lagi pada hari sabtunya.

Dan bodohnya saya waktu itu, saya mau. Haahahaha... kacau!

Akhirnya kami pulang terlebih dahulu, karena warung juga sudah mau tutup. Di kosan saja, sebenarnya saya bahkan tak memikirkan kejadian tersebut. Seperti biasa saja, sampai di Kosan, langsung bercuap-cuap sama temen-temen kost.

Hari Sabtunya, sekitar jam 01.30 siang, Gimin menjemput saya di Kosan. Kita menuju warung lagi untuk membahas kelanjutan obrolan kemaren sama Mila dan Zakiya. Warungnya masih saya ingat, letaknya di Condong Catur, ring road utara Jogja. Deket JIH (Jogjakarta International Hospital). Mila dan Zakiya ternyata sudah menunggu disana, dilantai dua, dan lagi-lagi keduanya memilih tempat duduk dipaling pojok.

Setalah saya dan Gimin duduk, Zakiya menyapa, dan bilang, "sudah siap lanjut obrolan yang kemaren?". Saya hanya melihatnya seraya tersenyum saja. Kemudian Zakiya mengeluarkan kertas, dan menjelaskan ulang pokok bahasan kemaren.

Sepertinya untuk lebih meyakinkan saya dengan mengingatkan. Inti obrolannya sih Hijrah, dari NKRI ke NKA alias Negara Karunia Allah. Dan saya waktu itu cuma menyimak dan mengangguk-angguk, sungguh polos banget diri ini.

Kata Zakiya, kalau sudah hijrah dari NKRI ke NKA, dimanapun kita berada, akan menjadi warga  NKA, dan selalu mendapat rahmatNya. Terus, semakin intim deh obrolan kita. Mila dan Gimin pun bersautan mendukung apa yang diobrolkan oleh Zakiya, seperti sebuah team. Dan saya dikeroyok.

Nyebelinnya lagi, seakan Gimin juga iya iya aja dengan kata-kata Zakiya, dan langsung bilang aja mau hijrah, serta menanyakan gimana caranya. Ya berabe deh saya, dimainkan emosinya, anak polos juga.

Sampai pada klimaksnya, dimana yang namanya berhijrah, kita harus menyedekahkan barang yang kita cintai. Sebagai tanda, untuk membersihkan hati dari rasa cinta dunia, mengembalikan hati untuk bersih dan mencintai Allah dengan sesungguhnya.

Waduh, saat itu, saya mulai agak keberatan, dan tiba-tiba mulai pusing. Hehehe....

Disaat saya ragu, si Gimin memainkan emosi saya, dengan bilang, "iya mbak, saya siap hijrah dan siap bersedekah!".

Zakiya pun meyahut, "terus jika kamu yakin, kamu bakal menyedekahkan apa? yang kamu cintai, yang saat ini kamu bawa?"

Gimin pun sejenak berpikir, sambil ngomong sendiri, " apa ya yang ta bawa, dan berharga?(sambil garuk-garuk kepala)".

Saya hanya hanya terus menatap dia dan Zakiya. Saat itu saya cuma bawa dompet berisi uang 50.000, tidak membawa tas, hanya jaket, dan handphone sony ericson j230i, handphone yang saya beli dengan uang tabungan sendiri saat SMA.

Tak berapa lama kemudian, Gimin menyodorkan handphone-nya, dia menyedekahkan handphone-nya sebagai tanda bahwa dia sudah yakin dan siap untuk hijrah dari NKRI ke NKA.


Ini hanya trik sebenarnya, tapi saat itu kepolosan saya kalah dengan aroma mempermainkan emosi. Dan, bisa ketebak juga, sayapun jadi ikut-ikutan menyedekahkan handphone kesayangan tersebut.

Bodoh, bodoh dan bodoh jika melihatnya sekarang.

Itu belum selesai, setelah handphone saya sedekahkan, mereka bilang sih semacam digadaikan, nanti bisa ditebus, katanya digadai sekitar harga 400.000. Jadi, nanti saya bisa menebus dengan biaya 400.000. Gitu kata Zakiya dan Mila.

Tidak selesai sampai disitu, Zakiya kembali menanyakan, "apa kamu yakin sudah mau hijrah?" Dan saya jawabnya, "iya, saya siap hijrah". Bener-bener mangsa empuk, seorang pemuda yang belum memahami tentang agama islam.

Tepat jam 4 sore, Zakiya menanyakan lagi tentang yakin tidak dengan hijrahnya. Setelah saya jawab yakin lagi, Zakiya langsung menantang untuk hijrah saat ini juga, ke Jakarta. Dhuaaaaarrrrr....

Ketika saya ragu, selalu saja Gimin memainkan perannya, lagi-lagi Gimin bilang siap, "Iya mbak, saya siap untuk hijrah ke Jakarta sekarang juga".

Karena pikir saya waktu itu ada temennya, jadi sayapun terpengaruh untuk siap ke Jakarta. Saat itu juga kita langsung berangkat ke Stasiun Lempuyangan, beli tiket dan berangkat. Saya sama sekali tidak bawa apa-apa, cuma baju yang menempel di badan serta uang senilai 50.000 di dompet.

Kereta berangkat jam setengah 5 sore, pas mau berangkat, Zakiya memperkenalkan seseorang pada saya, katanya dia yang akan mendampingi saya selama diperjalanan ke Jakarta. Zakiya juga bilang, kalau saya dan Gimin berangkatnya harus dipisah. Hmmm.... disitu sudah mulai jengkel.

Tepat jam setengah lima, kereta api jurusan Yogjyakarta - Pasar Senen pun datang, saya dan yang mendampingi saya, sebut saja Abdul, masuk ke kereta. Dan berangkat deh...

Di kereta sama sekali saya tidak ngobrol dengan si Abdul, cuma duduk sambil mikir. Bener tidak semua yang dijalani ini. 2 Jam perjalanan saya tertidur, pas bangun, bener-bener kaget, kereta sudah penuh sesak dengan manusia. Dibawah tempat duduk saya sudah ada orang, jadi kaki saya tidak bisa turun, diatas kursi terus. Kereta ekonomi dulu gitu. Waah, kacau deh. Sampai di Pasar Senen kaki diatas kursi terus, gerak sedikit sudah nyenggol kepala orang.

Pokoknya, kereta api dulu itu, ada ruang sedikit saja, langsung ditempati, bahkan kamar mandipun didalamnya ada penumpangnya, jadi kalau naik kereta api ekonomi, musti siap nahan kencing sampai tujuan. Parah!!

Jam 4 pagi, kita sampai di stasiun Pasar Senen, saya segera mencari kamar mandi, karena kebelet kencing. Dan sudah menjelang shubuh juga. Kitapun istirahat sejenak di mushola, sekitar jam 5 kita keluar dari stasiun.

Mencari metromini jurusan lebak bulus, jam 6 pagi, metromini baru berangkat. Waktu itu sih, jakarta belum semacet sekarang. Jalan dari Pasar Senen sampai Lebak Bulus juga lancar, meskipun ramai.

Sekitar jam 6.45 pagi sampai di Lebak bulus. Waktu itu sih berhenti di Giant Mall Lebak bulus, kata abdul suruh nunggu jemputan disini, jam 8 jemputan datang.

Hah, jam 8?? saya nunggu sejam??? tambah den jengkelnya, soalnya saya paling malas nunggu lama, apalagi sampai satu jam. Si Abdul tau raut muka saya sudah berubah, diapun mengajak saya untuk jalan-jalan dan sarapan pagi.

Kita makan di warteg, tapi saya hanya minta teh anget doank, sama sekali kagak makan. Karena tidak terbiasa sarapan dibawah jam 7, jadi perut menolak. Selesai minum teh dan si Abdul sarapan, saya diajak jalan-jalan ke stadion lebak bulus. Sayang banget waktu itu belum punya kamera, ekh tapi kalau punya kamera malah bahaya, bisa-bisa kameranya saya sedekahkan juga. Hehehehe....

Jam setengah delapan kita kembali ke Giant Mall, jam 8 lebih sedikit datang mobil apv, mobil yang menjemput saya. Abdul sama sekali tidak ikut ke dalam mobil. Pas saya masuk mobil, didalam ada 6 orang yang bernasib seperti saya. Tempat duduk depan ada seorang wanita tak berhijab dari jakarta. Ditengah bareng saya ada dari Jogja dan Semarang. 2 lagi di belakang, dari jakarta dan semarang.

Sebelum mobil berangkat, kami berenam dikasih kain penutup mata, apa itu untuk menutup mata agar tidak diketahui jalannya? bener banget, kami disuruh menutup mata. Dan supirnya bilang, jangan sampai matanya melihat. Tapi penutup mata saya, saya buat longgar, biar tidak sakit dan bisa melihat keluar. Hehhee..

Meskipun bisa melihat keluar tetep saja, saya tidak tahu lokasi dan jalannya, wong saya bukan orang jakarta.

Mobil melewati jalanan Ibu Kota, kemudian masuk ke jalan-jalan di perkampungan, melewai sawah, dan sampai di sebuah rumah sederhana. Kami berenam pun turun, dan disuruh masuk ke rumah tersebut, rumahnya biasa. Terus kami disuruh masuk kesebuah ruangan, ruangannya kaya ruang kuliah, ada whiteboard, dan sudah disediakan 6 tempat duduk.

Kami pun duduk menunggu bapak dosen, hehehe...

Saya duduk dipaling kiri, beberapa menit kemudian, seorang bapak yang kisaran usianya sekitar 40 tahunan, putih, rambut keritng, dan agak gemuk pun masuk dan menyapa kami.

Mulai deh perkenalan, dan dilanjutkan dengan penyampaian materi dari si Bapak. Materinya hampir sama dengan apa yang disampaikan oleh zakiya. Sepertinya lagi-lagi untuk lebih meyakinkan saya dengan paham mereka. Mungkin itu salah satu cara mereka mendoktrin, menjejali hal yang sama terus menerus. Serta berkali-kali berinteraksi dengan kami melalui sebuah kalimat, "kalian yakin?"

Dan sontak kami berenam bilang "yakin!". Kemudian ketika si Bapak bilang, "apa ada yang mau bertanya?". Saya yang pertama kali bertanya, dan ada perdebatan sedikit namun saya lupa waktu itu apa yang diperdebatkan, pokokya sebuah ayat. Penjelasan si Bapak selalu muter-muter, sengaja untuk membuat saya lelah bertanya dan pusing sendiri.

Pokoknya, bikin malas bertanya! Mulai saat itu pun saya mulai malas, dan sudah pengen banget pulang lagi ke Jogja. Cuma diem, dan sama sekali tidak memperhatikan setiap kata yang diucapkan oleh si Bapak, disaat yang lain menjawab "yakin, yakin" dengan lantang, saya cuma bergerak bibir tanpa terucap kata yakin. Hehehe...

Bayangkan, dari jam 9 sampai jam 12 siang, cuma dikuliahi kaya gitu, hijrah, hijrah, ngajak orang masuk ke NKA, dan berkali-kali menanyakan "yakin tidak", otomastis dari kami bilang yakin. Tapi saya sudah enggak. Hehehe

Setengah satu siang, kuliah aneh tersebut selesai,saya pun menanyakan ruang sholat, dan ada satu orang yang ngikut sholat, yakni yang dari Semarang tapi cuma satu orang, Sebut saja Anto.

Kami berdua sholat berjama'ah, yang lainnya cuma duduk-duduk saja istirahat. Selesai sholat, kami semua dianter kembali ke tempat masing-masing.

Saya, dan tiga orang ( 2 Semarang, dan 1 Jogja) turun di Giant Mall. Disana nunggu lagi, ternyata masih ada satu sesi lagi. Masing-masing dari ketiga temen saya itu juga didampingi.

Sayapun diajak makan sama Abdul, karena sama sekali tidak selera makan saya menolak makan, tapi Abdul khawatir, karena saya sama sekali belum makan dari pagi. Akhirnya dibelikan mie ayam tuh.

Di Giant Mall juga pas ada tontonan, yakni acara atraksi motor yang dimeriahkan juga oleh T2 (Tika Tiwi). Lumayanlah, sedikit ada hiburan, ngelihat artis.

Sekitar Jam 3 sore, kami bertiga diajak untuk masuk Giant Mall, dilantai paling atas. Lantai paling atas itu resto, ta kira mau diajak makan. Kan lumayan enak. Tapi ternyata tidak sesuai ekspektasi saya.

Disana sudah menunggu bapak-bapak, tubuhnya kurus tinggi, mukanya muka tua. Kalau melihat dari mukanya, kaya usia 70an tahun, tapi aslinya baru 50an.

Tau tidak disana ngapain?

Masih diceramahi lagi, parah banget! bener-bener kagak mikir orang-orang kek gitu.

Tidak melihat raut muka kami sudah lelah dan pengen makan enak, Hehehe.. Diajak makan dulu kek, biar otak fresh lagi, baik-baikin dulu. Wong sudah dapat sedekah dari kami juga kok. Tapi sama sekali tidak makan. Cuma ceramah, ceramah, dan ceraman, yakin, yakin, yakin, dan yakin. Cuma gitu intinya.

Disaat yang lain bilang yakin, saya bilang sambil malas-malasan, sampai dibentak "Kamu yakin tidak!!"

Tetep saya jawab yakin dengan suara keras tapi agak malas nadanya, soalnya mikir juga kalau bilang tidak, nanti malah suruh pulang sendiri. Tidak ada Handphone, tidak tau yang namanya Jakarta. Nomor sodara di Jakarta saja tidak hafal. Jadi mikirnya sampai situ.

Akhirnya saya cuma iya iya, tidak mau berdebat dan biar cepet selesai.

Jam setengah 4 pun selesai, kami semua keluar dari Giant, kami bertiga pun diwanti-wanti sama pendamping masing-masing, untuk jangan sampai bertukar biodata apalagi nomer HP.

Jam 4, kami berpisah. Saya dan Abdul pulang menuju Pasar Senen, dan yang lainnya entah gimana. Saya kurang begitu paham.

Senen pagi jam setengah 7, saya nyampai di Stasiun Lempuyangan Yogyakarta. Dan si Gimin sudah menungggu, seakan dia juga baru nyampe dari Jakarta. Terus saya dan Gimin pulang, ta kira langsung diantar ke Kosan, ternyata, mampir disebuah masjid, mungkin beberapa kenal. Pagi itu mampir di Masjid Nurul Asri Deresan.

Disana, sudah menunggu 1 orang, dan dia ibaratnya Ketuanya di Yogyakarta, umurnya masih muda, dia kuliah di UGM. Dimasjid, di ceramahin lagi, ya masih seputar pembahasan yang sama, yakin yakin yakin dan yakin. Parah deh..

Disitu baru dikasih tau, jika sebenarnya kemarin saya berangkat sendiri, dan si Gimin sama sekali tidak ikut ke Jakarta. Gimin hanya sebagai provokator agar saya mau ikut dan hijrah ke NKA.

Disitu saya tambah jengkel, udah capek, belum mandi, laper juga. Si Ketua tersebut juga mengatakan, jika Gimin sudah diganti namanya, menjadi Amar. Karena dia sudah lama Hijrah, dan sudah merekrut beberapa warga NKRI untuk hijrah. Termasuk saya rekrutan anyarnya.

Tapi saya sudah tidak fokus, dan nyletuk, "mas saya capek, bisa tidak saya pulang dulu. Saya ngantuk". Dengan nada agak keras.

Dibolehin juga pulang ke kost, jujur saja hari senen itu saya tidak berangkat kuliah, saya tidur.

Sorenya, ketemuan lagi di GSP (Graha Saba Pramana) UGM, disitu juga terkuak semuanya siapa Mila dan siapa Zakiya. Keduanya diperkenalkan masing-masing, dan bagaimana perannya.

Yang bikin kaget, si Zakiya aslinya itu tiadk berhijab, bahkan dia terlihat gaul, rambutnya direbonding segala. Kalau si Mila aslinya emang berhijab, dia hanya sebagai peran pembantu.

Si Ketua bilang, jika hal tersebut itu tidak apa-apa dalam ibadah mereka, lebih baik merekrut dengan kebohongan, yang penting orang yang direkrut mau hijrah dan masuk NKA. Disitu saya jengkel banget, bener-bener merasa ditelanjangi.

Tapi alhamdulillah, selama perekrutan tersebut saya masih selalu bisa berpikir sadar, dan selalu mengaitkan dengan ajaran Islam yang saya tau.

Nah, pas maghrib, saya mampir sholat di Masjid Kampus UGM, si Ketua dan lainnya langsung menuju ke Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Yogyakarta. Saya pun mikir lagi, mereka tidak sholat, terus ngapain? Islam apaan? bukankah sholat itu wajib, yang wajib saja mereka langgar. Begitulah pikir saya.

Setelah selesai sholat dan berbuka di Masjid, saya nyusuk mereka di FBS UNY, disitu sudah ada Gimin dan 5 orang lainnya.

Awalnya ngobrol tentang rekruitmen, kemudian mereka berpencar. Gimin juga mau rekrutmen lagi, saya ditinggal sama si ketua doank. Daaaan, ibadahnya mereka cuma, saling komunikasi

"iya, disana gimana kondisinya? susah nggak orangnya direkrut?"

"iya mas, disini orangnya bawel, agak susah, gimana yaa?banyak tanya dan ngeyelan".

"Pokoknya terus dijelaskan saja muter-muter, dan tetep semangat ya jangan putus asa".

Sekilas begitulah si ketua dan anak buahnya, berkomunikasi kabar rekrutmen melalui handphone. Saya hanya menyaksikan saja, disaat yang lain pada taraweh, mereka cuma kaya gitu. Tiap malam hampir selama seminggu seperti itu terus, dan saya merasakan ketidaknyamanan dan perbedaan paham yang besar.

Cuma seminggu saya bertahan untuk melihat seperti apa mereka, dan bagaimana cara mereka merekrut. Setelah seminggu, saya tidak ikut ngumpul, dan sering banget di smsi suruh ikut datang, biar saya bisa ngrekut juga.

Namun saya balas saja, saya juga butuh bersosial dengan teman-teman kost saya, udah satu minggu saya menghindari temen-temen kost, kalau mereka curiga gimana? saya bilang gitu.

Berjalannya waktu, saya menghindar dari rakyat NKA tersebut, waktu itu saya dikasih HP siemens jadul poliponik untuk berkomunikasi.

Sampai suatu ketika mereka datang ke kosan, dan meminta saya ikut gabung lagi, itu kira-kira setelah 2 minggunan. Menjelang akhir ramadhan.

Tapi saya tidak mau, saya pun menentang mereka, dan ngajak debat. Semua omongan mereka saya sanggah. Karena saya merasa tenang, soalnya diarea bebas, dimana jika mereka berlaku kasar, ada banyak temen kost, tinggal teriak, habis mereka. Hahaha...

Hape juga diminta sama mereka, tetapi saya sama sekali tidak mau mengembalikan. Saya bilang, bakal mengembalikan jika hape saya juga dikembalikan. Saya ngotot itu, dan sejak itu saya juga jauh dengan Gimin. Sudah tidak pernah bareng, di kampus pun sama sekali tak pernah menyapa.

Pernah pas di Laboratorium, saya bilang sama Gimin, "Hp saya digadaikan dimana, saya mau tebus!" dengan nada yang keras penuh rasa jengkel.

Gimin cuma bilang, "kan hape kamu sudah buat ongkos ke Jakarta kemaren?"

Saya tidak menerima jawaban itu, " Kemaren si Mila bilang digadaikan, kamu bilang kamu temennya dia, jadi tau kan dimana? atau enggak, saya minta nomernya Mila!".

Si Gimin masih menolak terus, dengan jawaban yang aneh. Malah meningkatkan amarah saya.

"Mau kamu apa sih? kemaren bilang bisa ditebus sekarang tidak! Pokoknya selama kamu tidak mengatakan, kamu saya anggap berhutang dengan saya!!"

Disitulah, kami bersitegang, dan temen-temen kelas yang lain mendekat. Pas saya pegang baju Gimin, temen-temen yang lelaki langsung memegang saya. Saya langsung ditarik mundur, dengan muka yang sudah memerah.

Saat saya lagi mengerjakan tugas Praktikum, Gimin mendekat dan memasukkan uang 100.000 kedalam saku saya. Saya sama sekali tidak melihatnya dan cuek.

Dari situlah, hampir 2 tahun saya dan Gimin sama sekali tidak bertegur sapa. Sampai tahun 2010an, saling bertegur sapa kembali, karena saya sudah melupakan itu. Tapi tetep ledekatannya tidak kaya dulu, hanya sebatas teman saja. Sampai sekarang saya pun tidak tau, dia sudah keluar apa belum.

Setelah lebaran, masih ada yang sms suruh gabung lagi, saat itu cuma saya balasi, " Hey, Rasul SAW saja sholat padahal jelas Beliau dijanjikan masuk syurga, terus kenapa kalian malah cuma nongkrong dan cuma ngrembug rekrutmen saja. Dan jelas, kalian itu belum dijanjikan masuk syurga!!'

Sama sekali tidak dibalas sampai hari ini.

Pokoknya selama jatuh dalam kubangan aliran sesat tersebut pegangan saya cuma Rasulullah SAW.

Mereka tidak sholat, ibadahnya cuma ngrekut orang. Sedang Rasulullah SAW yang pertama kali dan jelas masuk syurga, tetep sholat dan taat perintah Allah.

Rasul SAW tidak pernah menggunakan cara licik dan berbohong apalagi menipu saat berdakwah. Mereka menipu, dengan alasan sedekah atau apalah, cuma sekedar untuk merekrut. Apalagi memainkan ayat-ayatNya.

Umar Bin Khattab R.a, masuk islam bukan karena Rasulullah SAW paksa, tapi karena emang Ia menyadari bahwa agama yang dibawa Rasulullah SAW adalah yang cocok dengan dirinya, yang cocok dengan aturan semesta. Itupun juga karena sikap yang ditunjukkan Rasulullah SAW, dihina tapi tidak pernah melawan dengan hinaan juga, malah kebaikan balasannya. MashaaAllah.. 

Rasulullah SAW bersosialisasi dengan siapapun, termasuk yang non muslim, bahkan pengemis yang menghina dina Beliau SAW saja diberi makan serta disuapin pula. Tapi mereka, masih sama-masa Islam saja udah membedakan banget. Bahkan sosialisasi menjadi nomer sekian, yang utama dengan kelompok mereka. Karena mereka takut, jika kebanyakan sosialisasi jadi ketahuan, itu pikir saya.

Dalam setiap hal pikiran kritis memang sangat diperlukan, bukan cuma megiyakan saja. Kita punya akal. Kalau dulu saya tidak kritis, mungkin sifat dan sikap saya sudah berbeda tidak kaya sekarang ini. Dan saya tidak akan bersemangat sosialisai dengan orang baru seperti sekarang.

Maha Baiknya Allah, saya masih diberi lindungan, meski dosa saya bertumpuk-tumpuk. Bersyukur juga, meski saya termasuk orang yang gampang terpengaruh, tapi saya selalu menggunakan pikiran untuk menyaring pengaruh tersebut.

Peganglah Rasulullah SAW sebagai teladanmu, inshaaAllah kamu tidak akan mudah terpengaruh aliran-aliran sesat. Dan intinya jangan asal menerima suatu paham yang sama sekali kamu belum tau.




  
Penulis : Yogi Permana
Islam yang menyesatkan memang sedang merajalela, pinter-pinter kita memilah dan memilih.
Comment Policy: Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.
Buka Komentar
Tutup Komentar